Senin, 12 September 2011

Mahalnya Biaya Nikah, Kumpul Kebo Jadi Pilihan.


Oleh Ust. Drs. Ruswanto Syamsuddin
Perkawinan adalah merupakan fitrah (sunnatullah) yang berlaku bagi semua makhluk yang hidup di muka bumi ini, seperti manusia, binatang dan tumbuh-tumbuhan. Allah SWT berfirman “Maha suciTuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui.” (WS. Yasiin/36:36). Firman Allah: ”Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.”(QS. An-Nisaa/4:1). Dalil-dalil tersebut menunjukkan bahwa Allah SWT telah menjadikan semua makhluk hidup di muka bumi ini berpasang-pasangan (Jodoh). Namun secara syar’i bahwa pasangan (jodoh) bagi manusia adalah melalui nikah. Mengapa demikian? Karena:
Pertama, manusia diberi kelebihan akan, yang dengan akal itu manusia bisa membedakan mana yang baik dan yang buruk, mana yang manfaat dan mana yang mudharat. Maka kepada mansia, Allah SWT memberikan aturan-aturan, termasuk aturan dalam berumah tangga.
Kedua, Allah SWT menghendaki kepada manusia keturunan (generasi yang jelas, jelas siapa bapaknya dan siapa ibunya.
Ketiga, Allah SWT menghendaki kepada manusia generasi yang sehat, cerdas dan kuat, sedangkan pergaulan bebas dapat membawa kepada penyakit dan membentuk generasi yang bodoh (jahil) dan lemah.
Keempat, Allah SWT menghendaki kepada manusia hidup damai dan tenteram, sedangkan pergaulan bebas dapat mendorong kepada permusuhan dan perpecahan.
Perintah Nikah
Nikah berdasarkan al-Quran dan as-Sunnah adalah disyari’atkan dalam Islam. Bahkan ia merupakan sunnah para Rasul Allah. Perhatikan firman Allah: “Dan kawainkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha mengetahui.” (QS. An-Nuur/24:32). Rasulullah saw bersabda: “Empat perkara yang merupakan sunnah para Rasul: memakai celak, wangi-wangian, siwak (menggosok gigi) dan nikah.”(HR. Turmudzi). Sekalipun disyari’atkan dalam Islam, para ulama membagi hukum nikah menjadi 4 kelompok:
  • Wajib, bagi orang yang sudah mampu dan nafsunya telah mendesak serta takut terjerumus dalam perzinaan.
  • Sunnah bagi orang yang telah mampu kawin tetapi mampu menahan diri dari berbuat zina.
  • Haram, jika seseorang, baik laki-laki atau perempuan, dipastikan tidak bisa memenuhi kewajibannya baik kewajiban lahir maupun batinnya, atau seseorang menikah hanya akan menyakiti atau merugikan.
  • Makruh, jika seseorang lemah syahwat, atau tidak mampu memberi belanja kepada isteri.
  • Mubah, jika si laki-laki tidak terdesak oleh alasan-alasan yang mengharamkannya nikah. Salah satu contoh orang yang sudah menopause atau andropouse.
Permudah Nikah
Nikah dalam Islam mempunya syarat dan rukun, yang apabila syarat dan rukun itu tidak dipenuhi, maka nikah tidak bisa dilakukan, bila terlanjur dilakukan maka batallah perkawinannya. Adapun syarat nikah ialah:
  1. Calon suami
  2. Wanita yang halal untuk dinikahi
  3. Kadua calon mempelai beragama Islam
  4. Sighah (lafal) ijab dan wabul
  5. Saksi
  6. Keduabelah pihak ridha
  7. Identitias pelaku akad (‘aqid) harus jelas, artinya nama kedua mempelai harus jelas
  8. Wali.
Adapun rukun nikah dalam Islam ialah:
  1. Ijab dan Kabul itu dilafalkan oleh orang yang baligh dan berakal. Apabila salah satu pihak tidak cakap (misalnya gagu, bodoh, dungu dan lai-lain), maka ijab dan kabulnya dihukumkan sah apabila diwakili oleh walinya.
  2. Ijab dan kabulnya harus dilafalkan dalam satu majlis, artinya ijab dan kabulnya tidak diselingi dengan persoalan lain atau persoalan adat istiadat yang dianggap tidak dalam satu majlis lagi. Jumhur ‘ulama mengharuskan bahwa kabul diucapkan segera setelah ijab
  3. Hendaklah ucapan kabul tidak menyalahi ucapan ijab.
  4. Orang yang mengungkapkan ijab tidak mencabut ijabnya, atau tidak berpaling dari suasana ijab sebelum kabul diucapkan.
  5. Kadua belah pihak mendengar ijab dan kabul itu secara jelas dan memahami maksudnya dengan baik, dan
  6. Ijab dan Kabul itu bersifat tuntas atau tidak dikaitkan dengan syarat lainnya yang dapat membatalkan akad tersebut.
Apabila syarat dan rukunnya telah terpenuhi maka tidak ada satupun pihak yang mempersulit perkawinan terebut, baik itu dari pihak keluarga atau wali, masyarakat maupun pemerintah. Sebab jika hal itu dipersulit, maka akan menimbulkan masalah lain yang tidak dikehendaki oleh agama itu sendiri dan bahkan menjadi penyakit masyarakat. Seperti kawin lari, kawin sirri, perzinaan, kumpul kebo, dan penyakit lain yang sejenisnya.
Berkaitan dengan perintah untuk tidak mempersulit nikah, “Ada 3 golongan yang berhak ditolong oleh Allah (yaitu): Pejuang di jalan Allah, mukatib (budak) yang mau melunasi pembayarannya (memerdekakan dirinya) dan orang kawin yang mau menjauhkan dirinya dari yang haram.” (HR. Turmudzi) Hadits lain “Tiga perkara tidak boleh ditunda-tunda yaitu: Shalat bila telah tiba waktunya, jenazah bila telah siap dan perempuan bila telah ditemukan jodohnya yang sepadan.” (HR. Baihaqi dan lain-lain dari Ali ra). Dalam hadits riwayat Bukhari dan Muslim diceritakan bahwa Rasulullah SAW pernah menikahkan salah seorang laki=laki dengan seorang perempuan pilihannya dengan maskawain dengan hafalan (sepuluh) ayat al-Qur’an, karena laki-laki itu tidak punya apa-apa. Dalil-dalil ini menunjukkan bahwa dalam perkawinan bila syarat dan rukunnya telah terpenuhi maka akan nikah supaya segera dilangsungkan dan jangan dipersulit.
Fenomena Kawin Sirri dan Pasangan Tanpa Nikah
Jika melihat tuntunan Islam tentang perkawinan sudah semestinya tidak ada masalah dengan perkawinan, tidak ada kawin sirri, tidak ada wanita dan anak-anak yang dirugikan dengan adanya perkawinan tersebut. Namun apabila kita melihat kenyataan di masyarakat kita, ternyata masih banyak terjadi masalah dengan perkawinan serta akibat-akibat negatif yang ditimbulkannya. Baik masalah itu berhubungan dengan administrasi pemerintah (KUA), dengan status perkawinan dan anak, bahkan berhubungan dengan hubungan di luar nikah. Namun tidak bisa dipungkiri sekarang ini banyak orang yang kawin tidak sah secara catatan sipil (pemerintah) dikarenakan alasan biaya nikah yang mahal, bahkan gara-gara alasan biaya yang mahal ini banyak orang yang tidak melaksanakan pernikahan sah tapi hidup serumah/kumpul kebo (berzinah). Sungguh ini persoalan yang tidak bisa dianggap remeh oleh kita semua, termasuk oleh pemerintah. Sebab perzinaan itu dikutuk oleh Allah dan dapat mendatangkan bencana yang berat di masyarakat. Rasulullah SAW bersabda: “Jika perzinaan dan riba (telah nampak) merajalela di suatu masyarakat (negeri), maka telah sahlah negeri itu untuk menerima bala’/bencana.” (HR. Thabrani).
Jika tingginya biaya nikah dan berbelit-belitnya urusan administrasi menjadi salah satu sebab seseorang memilih hidup serumah tanpa nikah, berarti pemerintah juga ikut bertanggung jawab. Pernah penulis bertanya kepada oknum pejabat NTCR dari KUA yang hendak menikahkan seseorang, tentang tingginya biaya nikah. Oknum tersebut tidak menolak tentang tingginya biaya nikah yang penulis kemukakan, tetapi malah berdalih, “mereka saja bisa mengadakan pesta perkawinan dengan biaya yang tidak sedikit, masa membayar Rp 500.000 buat nikah saja keberatan?” Masya Allah, Rp 500.000 bagi yang mampu memang tidak berat, apalagi bagi kaum gedongan, tetapi bagi para pekerja kasar, kuli bangunan yang tidak mesti ada order, pemuling dan yang sejenisnya adalah sangat berat. Jangankan lima ratus ribu, sepuluh ribu saja belum tentu punya. Cobalah tengok mereka yang hidup dekat tempat buang sampah, atau komplek pemulung, rumah mereka hanya beratapkan seng dan berdinding triplek butut dan bahkan kardus, dan kalau hujan turun bocor. Apakah mereka harus membayar biaya nikah yang tercantum di atas kertas di KUA kalau tidak salah Rp 30.000., tetapi penulis pernah mendengan langsung dari seseorang yang tinggal di daerah kumuh di pinggir rel kereta. Ia baru saja menikahkan dua anaknya, masing-masing biayanya Rp 500.000, dua orang satu juta. Alih-alih Depag mau mengajukan RUU Perkawinan yang akan mempidanakan para pelaku kawin sirri, andaikan itu benar, sungguh hal itu tidak akan menyelesaikan masalah, tetapi malah memperparah masalah. Mestinya pemerintah mencari tahu mengapa masih banyak masyarakat yang melakukan kawin sirri? Cobalah dilakukan penelitian lapangan yang komprehensif, insya Allah akan ditemukan jawaban yang tepat, dan baru kemudian dicarikan solusinya yang terbaik.
Akte Nikah Adalah Hak
Jika seseorang yang telah menikah wajib memiliki Akte Nikah, maka Akte Nikah tersebut adalah hak setiap warga yang  wajib diberikan kepada warga yang telah berkeluarga. Hal itu sama seperti KTP, Akte Lahir dan lain-lain. Mengapa? Karena hidup, nikah dan lahir adalah hak asasi setiap manusia. Tanpa KTP, Akte Nikah dan Akte Lahir pun mereka tetap lahir, hidup dan berkeluarga. Oleh karena itu jangan sampai mempersulit dalam urusan KTP, Akte Nikah dan Akte Lahir yang kemudian membuat manusia menjadi kesulitan atau dirugikan.
Para pemimpin di negeri ini, mulai dari tingkat tinggi sampai tingkat yang paling bawah. Termasuk para pejabat di KUA, hakikatnya adalah pelayan masyarakat. Oleh karena itu tugas mereka adalah memudahkan semua urusan masyarakat, bukan sebaliknya. Dan pemerintah pun telah mendapatkan kontribusi yang besar dari masyarakat berupa pajak PBB, perdagangan, jasa, profesi dan lain-lain untuk membangun negeri, mensejahterakan masyarakat, memudahkan urusan mereka serta untuk menggaji mensejahterakan para pemimpin itu sendiri. Oleh karena itu sudah seharusnya urusan KTP, Akte Nikah, Akte Lahir dan urusan lain yang menjadi hak rakyat, diberikan secara gratis/Cuma-Cuma, paling tidak khsusu bagi kalangan bahan. Mengapa demikian? Karena Negara sudah punya penerimaan dari pajak dan para pemimpin/pegawainya pun sudah mendapatkan gaji dan tunjangan dari pajak itu sendiri. Oleh karena itu juga rakyat menjadi sakit hati dan marah ketika uang pajak dikorupsi secara besar-besaran oknum-oknum pejabat, sementara urusan rakyat masih terbengkalai dan masih juga dibebani biaya tinggi. Maka dalam masalah perkawinan, agar masyarakat tidak dirugikan dengan persoalan akte dan tidak ada lagi kawin tanpa akte, maka pemerintah mesti membebaskan masyarakat dari biaya Akte Nikah serta biaya lain yag memang sudah menjadi hak masyarakat untuk dimiliki. Setidak-tidaknya khusus untuk masyarakat tidak mampu.
Baca selengkapnya »

0 komentar:

Posting Komentar

Dalam Naungan Cinta-Nya