Saat kami dinyatakan syah, kucium tangan suamiku dan suamiku membalas dengan mencium keningku. Berkali-kali aku mengucap hamdallah , tanda syukurku kepada Ilahi. Semua begitu indah ku rasakan, bahkan tak kuasa tak terasa air mataku menetes membasahi pipiku. Kedua orang tuaku dan kedua orang tua Kak Hasan tampak sangat bahagia sekali, senyum mereka nampak selalu mengembang tuk beberapa saat. Sanak saudara dan handai taulan menghadiri akad nikah pernikahanku. Senyum kebahagiaan menuai di sana sini.
Pesta pernikahanpun digelar. Hening, namun berkesan. Kami terpisah agar para tamu dipisahkan dari laki-laki dan perempuan. Semua undangan dengan senyumnya memberikan ucapan selamat. Meski melelahkan, tapi memberikan kebahagiaan tersendiri bagi diriku, bukankah pernikahan adalah moment yang ditunggu-tunggu bagi setiap insan ? Aku bagai seperti Ratu, meski hanya dalam waktu sehari. Semuanya serba dibantu orang.
Sebelumnya aku sama sekali tak mengenal Kak Hasan, aku dikenalkan oleh ustadzah, guru di pesantrenku. Kala itu, ustadzah menanyakan kepadaku, "Apakah kamu siap menikah bila ada yang melamarmu ?" dengan berbekal ilmuku yang sebentar lagi kurampungkan aku menjawab , " Insya Allah saya siap, tapi tunggu saya lulus dulu dari sini ". Ternyata benar, selang seminggu kemudian, ustadzah memberitahukan kepadaku bahwa ada yang ingin dicarikan jodoh sebagai calon istrinya. Ustadzah menanyakan kepadaku, "apakah aku mau diajak untuk ta'aruf ?" Dengan malu-malu dan pandanganku kutundukkan aku mengiyakannya.
Di saat ta'aruf, jantungku begitu berdegub kencang. Aku tak mengerti mengapa hatiku jadi tak menentu begini. Padahal kami saling ditemani oleh ustadz dan ustadzah kami serta kedua orang tuaku. Kami diijinkan saling menatap hanya satu kali dan berbicara cukup sedikit saja. Meski demikian, untuk berkatapun rasanya sulit sekali kata-kata yang ingin kukeluarkan dari mulutku. Akhirnya aku hanya mampu mengatakan "iya" dan "tidak". Sama sekali tak ada pertanyaan dari diriku. Kedua orang tuakupun sepertinya menyetujuinya, mereka memasrahkan semuanya pada diriku.
Malamnya, aku sholat tahajud, memohon petunjuk Allah. Kupasrahkan segalanya pada Illahi. Jodoh, maut dan rizki adalah rahasia Illahi. Aku harus ikhlas atas apa yang akan Allah berikan kepadaku kelak. Jika memang Kak Hasan itu jadi mau memilihku sebagai istrinya, aku siap. Dan jika tidak, aku harus terima kenyataan ini dengan berlapang dada.
Dan dua hari kemudian, ustadzah membawa kabar bahagia itu kepadaku. Kak hasan mau melamarku. Sesegera itu, kuberitahu kabar ini kepada kedua orang tuaku. Orang tuaku benar-benar bahagia sekali, mereka memelukku. Mereka bahagia karena telah berhasil membawa anaknya ke jalan yang benar, jalan yang disukai oleh Allah. Di zaman sekarang ini tak sedikit orang yang terjerumus masuk ajakan syetan-syetan laknatullah. Mereka dengan tanpa malu melakukan sex before married. Padahal jelas-jelas di dalam Al Qur'an dijelaskan, sesungguhnya zina itu adalah perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.
Lagi-lagi aku bersyukur kepada Sang Illahi, pencipta alam semesta ini. Acara pesta pernikahan kami pun usai. Kami tidur bersama dalam satu kamar. Kami saling berpandangan dengan senyum yang sangat indah. Layaknya sebagai sepasang kekasih, kami saling menikmati malam yang sangat indah itu. Begitu syahdu seiring suara jangkrik yang saling saut menyaut dengan lampu kamar temaram mengiringi malam penuh kebahagiaan kami berdua.
---cerita diambil dari sini-----
Baca selengkapnya »
0 komentar:
Posting Komentar