Sulthan Malik - Dalam dunia dakwah, terkadang komunikasi ikhwan dan akhwat tidak bisa terhindarkan, apalagi bila mereka mendapat posisi dalam kepanitian yang memang harus banyak menyita waktu dan tenaga, terutama seksi acara dan perlengkapan. Bagi-bagi amanah sudah pasti terjadi. Bagaimana mereka berkoordinasi? Yah, selain syuro’ dengan hijab yang setinggi langit maka ada syuro’ dibalik hijab, apa itu? SMS = Syuro’ Melalui SMS (halah maksa gue).
Bukannya ingin bersu’udzhon, tapi ini real kenyataan terjadi pada ikhwan dan akhwat berawal dari SMS koordinasi kinerja, akhirnya berbuntut pada SMS koordinasi kinerja hati (halah, emang kok!) dibumbui tausyiah dan hadits2 menyentuh. Percaya tidak percaya aku nggak suka ada ikhwan suka ngirimin tausyiah ke akhwat (tapi terkadang ada akhwat yang minta,,, hihi,, kenapa nggak mintak lamar aja ya?), apapun tujuannya. Kenapa tausyiah atau hadits yang kita kirim hanya kepada lawan jenis? Apakah sudah habis ikhwan di muka bumi ini? Padahal ada begitu banyak ikhwan-ikhwan yang sebenernya membutuhkan tausyiah kita – termasuk yang nulis –.
Apa yang hendak engkau lakukan wahai ikhwan, ketika akhwat yang beruntun engkau kirimkan tausyiah itu menjadi “terganngu” hatinya (baca: jatuh cinta)? Engkau lari, engkau balik belakang dengan dalih menanti restu dari MR. Sementara akhwat selalu berada di dua persimpangan. Menanti cinta Ikhwan yang genit dengan menebar tausyiah (SMS) dan jodoh dari MR yang entah kapan tibanya. Emang jodoh ditangan MR??? Bilapun engkau telah jatuh cinta padanya sampaikan pada orang tuanya, jangan jadi ikhwan banci!!! Loh kok jadi marah aku ini (Aku sebel, aku kasian sama si Akhwat en Suaminya kelak)?? Inilah cerita itu berawal...
Aku Abdul Malik, ketika itu sedang bersama seorang ikhwan, terhitung dia seniorku di tarbiyah ini, karena dia sudah sarjana – usia sama – . Suatu sore kami bersilturahmi ke rumah salah satu ikhwan yang telah menikah. Lama kami berbicara – mereka satu suku – satu sama lain. Walau terkadang aku tidak nyambung apa yang mereka bicarakan. Pada saat itu keluarlah seorang akhwat dengan anggunnya membawa minuman untuk kami. Aku sedikit tertegun, Subhanallah indah sekali ciptaan Allah ini. Secepat kemudian aku beristighfar.
Menikmati teh hangat buatannya ditemani oleh beberapa roti batal isi coklat, makin serulah mereka berbicara pengalaman mereka di kampus semasa kuliah. Setelah beberapa lama kamipun pulang, dengan dibonceng motornya aku ikut kemanapun sang ikhwan ini akan membawaku.
“Akh, antum liat ndak akhwat yang ngasih air minum kita tadi?” ujarnya
“Dak terlalu dalam nian lah, gek ado syetan dak sadar!” jawabku sekenanya
“Antum tau ndak, akhwat tu dulu suko samo ana, ana SMS dikit pasti dibalasnyo.” Ujarnya yang membuat aku sedikit terbengong. Ni orang dah lama ngaji kok ngaco’ gini ngomongnya.
“Astaghfirullah, sudahlah akh, mereka tuh sudah nikah, dak patutlah antum bicarakan ini pada ana.” Ujarku sedikit agak menekan, karena lagi-lagi aku harus dikecewakan oleh orang-orang (senior) yang katanya lama di tarbiyah ini.
Entahlah, aku tidak bisa menghakimi saudaraku diatas, tapi yang jelas aku sedih, karena aku memposisikan diriku sebagai suami sang akhwat. Bila melihat realita yang ada terkadang akhwat tanpa canggung ketika ber-SMS ria dengan ikhwan ber-haha—hehe—hihi. Sehingga ikhwan yang berpenyakit menangkap lain, dan mulailah saat itu sang akhwat dijadikan “mainan” hati oleh sang ikhwan.
Adanya Asap karena adanya api, pepatah ini tidak bisa dielakkan, akhwat mungkin bisa menyalahkan ikhwan yang memulai, tapi bila akhwat bisa menjaga iffah¬-nya tentu saja mereka (akhwat) akan selamat. Romantisme ikhwan dan akhwat lebih dahsyat dari cowok dan cewek pada umumnya, karena ikhwan tidak bicara pacaran tetapi pernikahan (sang akhwat jadi korban, digantung-gantung! Hati2 ukh!!!). Sang ikhwan tanpa rasa bersalah selalu menyinggung pernikahan ketika akhwat sudah mulai melayani permainan ini. Aku yakin mereka sadar, tetapi bila angin cinta mulai berhembus akal sehatpun akan hilang (pengalaman aku pernah jatuh cinta, Allah Save me). Ikhwan kasihanilah akhwat, cukup sudah mereka terkekang oleh MR mereka (menanti mendapat suami sempurna), jangan engkau kekang mereka dengan ketidak pastian, jangan engkau tinggalkan ia di dua persimpangan yang menyulitkan. Kasihanilah saudari kita, biarkan mereka menjaga iffah mereka.
Aku bukan orang suci, tetapi aku ingin melihat orang-orang yang disekelilingku menjadi makhluk yang selalu menjaga kesuciannya agar aku ikut ter-sibghoh oleh perilaku mereka. Aku bersyukur selama ini dimata saudari2ku aku cenderung “kasar” pada akhwat. Biarlah karena penilaian manusia bukanlah tujuan akhirku, aku punya cara agar kasus-kasus diatas tidak menimpaku.
Akhwat, jangan ikutan genit, kasihan suamimu kelak, bisa-bisa ternyata engkau ikut dalam permainan srigala berbulu domba. Balaslah SMS tausyiah ikhwan dengan kalimat “Kenapa harus kepada ana, ada banyak ikhwan yang membutuhkan tausyiah ini” aku yakin ikhwan ini langusng keringat dingin. Ikhwan jangan jadi banci!! Jangan mengkambinghitamkan sistem jama’ah untuk mempermainkan akhwat. Perilakumu bisa menyakiti Pangeran dia yang sebenarnya. Bila antum suka, datang dan ungkapkan depan ortunya!!! Jangan Rusak mereka!!!
Ana uhibbukum fillah wa lillah
Semoga Allah menjaga kita semua,, Aamiin
Renungan: Apakah Istri atau Suami kita kelak tidak akan cemburu jika kita melakukan hal itu? Apakah Allah tidak akan cemburu melihat hal itu? Apa yang kita cintai apakah itu terjadi karena Allah sampai hal-hal diatas terjadi? Kalau hal diatas terjadi adalah ikhwan itu hanya ingin memiliki bukan mencintai. Mencintai adalah kita menghargai dia dengan cinta kita. Allah sudah mentakdirkan, Rasulullah SAW sudah memerintahkan, tidak ada yang hina bila cinta kita ungkapkan dengan cara yang syar’i.
Duhai bidadariku, izinkan cintaku mendarat dihatimu. Allah ridhoi cinta itu ketika dia mulai mengetukan hatiku. Aamiin
Baca selengkapnya »
0 komentar:
Posting Komentar